Politik Indonesia Tak Lama sebelum Pandemi COVID-19: Tendensi Regresi

 Jakarta, LP3MI.ORG  -- Jum'at 4 September 2020, Kondisi politik kita tak lama sebelum pandemi COVID-19 dapat dikatakan mengalami turning point bagi demokrasi. Ini sebenarnya hanya kelanjutan dari situasi yang secara umum tengah terjadi. Kondisi ini tercermin dari upaya pemerintah menelurkan berbagai kebijakan kontroversial, yang kemudian ramai disoroti dan dikritisi oleh masyarakat.

Ketiga kebijakan itu adalah (1) Revisi UU KPK atau di kalangan pegiat demokrasi dikenal sebagai UU pelemahan KPK; (2) UU KUHP, yang membuka peluang intervensi kepentingan negara dalam ranah privat; dan (3) RUU Cipta Kerja/Omnibus Law, yang dalam banyak aspeknya lebih memberikan keuntungan kepada kaum pebisnis besar atau investor ketimbang pekerja/buruh.

Dua yang pertama telah memicu ribuan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk kembali ke jalan. Meski kemudian berhasil diredam oleh aparat, sebagian dilakukan dengan menggunakan kekerasan. Apa yang diperjuangkan pun akhirnya menjadi sia-sia karena baik pemerintah maupun DPR tetap dengan pendiriannya untuk menetapkan UU tersebut.

Ini juga menjadi sebuah indikasi kuat adanya pelemahan peran mahasiswa sebagai kalangan muda-kritis yang biasanya selalu diharapkan menjadi agen perubahan. Sementara itu, RUU yang terakhir telah memicu perlawanan terutama dari kalangan buruh. Kehadiran ketiga UU/RUU kontroversial itu pada banyak aspeknya jelas tidak aspiratif. Ketiganya tampak jelas lebih mengakomodir kepentingan para oligarki.

Ketiga kebijakan itu juga sarat dengan upaya melakukan sentralisasi kekuasaan dan intervensi negara, sehingga ruang publik (bahkan privat) maupun kewenangan pemerintahan daerah menjadi tereduksi. Tidak itu saja, upaya-upaya pemberantasan korupsi menjadi dalam pengawasan ketat pemerintah. Padahal pengawasan ketat semacam itu adalah sebuah bencana untuk pelaksanaan pencegahan dan penindakan korupsi berskala masif.

Terbukti KPK mengalami pelambatan dalam soal operasi tangkap tangan (OTT). Di atas itu semua, tidak saja para koruptor yang merasa lebih nyaman dalam melakukan aksinya, tetapi juga para oligarki menjadi semakin sulit dibendung. RUU Omnibus Law jelas akan lebih menguntungkan triple alliance, yakni pengusaha asing, pemerintah, dan pengusaha lokal yang dalam bekerjanya saling berkelindan dan tak tersentuh (untouchable), yang akhirnya berpotensi terus memproduksi oligarki baru di tanah air.

Dengan demikian, kondisi terakhir menjelang pandemi COVID-19 pada dasarnya hanya merupakan kelanjutan dari nuansa post-democracy yang merupakan sebuah kemunduran bagi kehidupan demokrasi kita. 

Penulis : Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI: Prof. DR. Firman Noor, MA (Hons)

Baca Juga: 

Ekosistem Politik Saat COVID-19: Bringing the State Back In


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top