Ekosistem Politik Saat COVID-19: Bringing the State Back In

 

Jakarta, LP3MI.ORG  -- Jum'at 4 September 2020, Ekosistem politik saat pandemi ditandai dengan peran pemerintahan yang diperkuat guna menangani krisis. Dalam setiap krisis ada tendensi penguatan peran penguasa, baik dengan alasan yang terkait kebencanaan, peperangan, ataupun krisis lainnya. Atas nama memulihkan krisis, pemerintah dapat melakukan segala sesuatu yang dianggap penting.

Dalam kondisi seperti ini pemerintah kemudian menjadi cenderung memiliki banyak hak bahkan privilege, termasuk membuat berbagai aturan yang bersifat restriksi atau diskresi. Aturan khusus negara dapat memasuki ranah-ranah privat sekalipun. Pemerintah dapat menerapkan itu secara sepihak. Di banyak negara, aturan lockdown ataupun karantina tidak memerlukan persetujuan dari masyarakat. Sehingga pada masa krisis dikenal kondisi “More State, Less Private”.

Selain itu, pemerintah juga memiliki hak untuk menggunakan segenap sumber daya yang ada untuk dapat membawa negara keluar dari kondisi krisis. Ini memungkinkan negara mengeluarkan pengaturan yang bersifat khas demi pemanfaatan sumber daya semaksimal mungkin. Di negara kita bahkan dimungkinkan adanya sebuah pelaksanaan kebijakan terkait pandemi tanpa perlu adanya pengawasan, sejauh itu didasarkan pada “itikad baik” untuk penyelesaian masalah COVID-19.

Dimungkinkan pula bagi pemerintah untuk mengeluarkan lebih banyak uang dengan skema yang ditujukan pada upaya-upaya mengatasi dan antisipasi dampak pandemi ini. Di Indonesia misalnya, pemerintah telah menganggarkan dana sekitar Rp 405 triliun, dari berbagai sumber keuangan yang tersedia, diperuntukkan untuk tiga persoalan besar, yakni kesehatan, sosial, dan ekonomi.

Adanya nuansa kedaruratan juga dapat menuntut masyarakat untuk lebih taat. Di beberapa negara, misalnya, sudah digunakan terminologi “We are at war!” Begitu juga akhirnya di Indonesia, pemerintah terutama melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sudah menggunakan istilah perang. Vietnam telah menggunakan istilah ini tak lama setelah adanya penyebaran virus COVID-19. Makna dari peperangan ini adalah perlunya suatu komando dan disiplin khas perang, sehingga diharapkan adanya sebuah kepatuhan umum baik masyarakat maupun internal pemerintah sendiri, agar dapat memenangkan perang itu.

Tidak lama setelah ditetapkannya status Bencana Nasional, Presiden Joko Widodo bahkan sempat melontarkan wacana “Darurat Sipil” yang mengarah pada bentuk pemerintahan darurat bernuansa militeristik. Belakangan Letjend. Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, bahkan sudah menggunakan lagi seragam militernya dalam menyampaikan pesan-pesan terkait penanganan virus ini, yang secara simbolis menguatkan kesan perang itu.

Dengan kondisi ini, terasa sekali nuansa penguatan peran dan kedudukan pemerintah atau negara. Sehingga tampak seolah seperti Bringing the State Back In, sebuah fenomena yang dibayangkan dalam sebuah buku yang disunting oleh Peter Evans, Dietrich Rueschemeyer, dan Theda Skocpol. Meski penguatan peran pemerintah dibutuhkan, menurut Steve Hank dalam tulisannya Crises Enliven: Totalitarian Temptations (2020), apabila tidak dibatasi atau berkesudahan situasi ini dapat mengarah pada apa yang disebutnya sebagai “godaan totalitarian”.

Selain itu, menurut Hank tanpa adanya kebijakan yang tepat dan dapat dikontrol dengan efektif, situasi ini dapat menciptakan oportunis-oportunis atau para pembajak kepentingan yang membahayakan kepentingan rakyat dan akhirnya eksistensi negara.

Dengan melihat ekosistem politik seperti ini, tampak penguatan peran negara menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Memang situasi ini tidak selalu akan mengarah pada pemusnahan demokrasi, namun manakala itu tidak sesuai takaran dan periode waktu yang dibatasi, maka akan berpotensi melanggengkan kekuasaan menuju “godaan totalitarian”. Atau setidaknya, akan membawa pada pelemahan demokrasi karena adanya tendensi pemerintahan yang terpusat dan memunculkan para oportunis/oligarki. 

 Penulis : Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI: Prof. DR. Firman Noor, MA (Hons)

Baca Juga:  

Kondisi Politik dan Pemerintahan Era Pandemi


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top