LP3MI : Hadapi Pemilu 2024 ini waktunya Hapus Presidential Threshold

Jakarta, LP3MI.ORG  -- Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Pemilu Pemuda Muslimin Indonesia (LP3MI), Evick Budianto, berpendapat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebaiknya dihapuskan saja. "Presidential threshold sebaiknya tidak ada," kata Evick dalam, Kamis, 16 September 2021.

Evick menjelaskan, ada tujuh masalah jika presidential threshold tetap diberlakukan. Yakni memelihara tendensi polarisasi, memicu negosiasi pragmatisme atau politik uang, meredupkan hadirnya kandidat alternatif karena terhalang aturan, dan tak sejalan dengan prinsip keserentakan lantaran mengacu pada hasil pemilu sebelumnya.

Masalah lain ialah tidak mendewasakan partai karena partai tidak diberi kesempatan bertarung dan menguatkan dirinya, serta mengaburkan makna penguatan presidensialisme. Menurut evick, ambang batas pencalonan presiden malah menguatkan presiden, bukan presidensialisme.

Dia mengatakan, dukungan minoritas di parlemen untuk presiden tak selalu berujung pada buntu atau lemahnya presiden. Evick mencontohkan mantan Presiden USA Ronald Reagan dan Bill Clinton yang bertahan hingga akhir masa jabatan mereka meski dukungan dari parlemen rendah. "Semakin tinggi presidential threshold, akan semakin besar terjadinya tujuh persoalan itu," ungkap Evick.

Pembicaraan terkait ambang batas pencalonan presiden mengiringi rencana Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, hampir semua partai menginginkan presidential threshold tetap seperti sekarang.

Menurut UU Pemilu, calon presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan paling sedikit 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Namun sejumlah partai menginginkan presidential threshold diturunkan.

Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan angka ambang batas pencalonan presiden menjadi 10 persen, Partai Keadilan Sejahtera menginginkan menjadi 5 persen, sedangkan Partai Demokrat mengusulkan presidential threshold 10 persen atau 0 persen.

Lalu ketika muncul pertanyaan, apa urgensinya merevisi UU tentang Pemilu, toh jika partai kecil memiliki kesempatan mengajukan capres dan cawapresnya akan kalah juga dengan partai besar. Evick menerangkan justru dengan adanya hal tersebut akan mendorong partai besar mencalonkan kandidat terbaiknya, sehingga terjadi kontestasi yang sehat.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top