LP3MI Tekankan Penyelenggara Pemilu Harus Otonom, Tangguh, Dan Kompeten

Jakarta, LP3MI.ORG -- Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Pemilu Pemuda Muslimin Indonesia (LP3MI) Evick Budianto berharap hasil seleksi bakal calon anggota KPU RI dan bakal calon anggota Bawaslu RI masa jabatan 2022—2027 menghasilkan wujud penyelenggara pemilu yang Tangguh, otonom, kompeten, inovatif, Teruji, berkarakter dan berwawasan global.

“Tangguh dalam penguasaan substansi kepemiluan maupun tangguh secara fisik dan psikologis,” kata Evick melalui wawancara langsung dengan Redaktur LP3MI News di Jakarta, Jum'at 10/12/2021/

Hal itu, lanjut Evick, menyangkut kemampuan, keberanian, dan keteguhan menjaga martabat, kemandirian, dan muruah KPU/Bawaslu yang profesional, imparsial, dan modern.

Pegiat pemilu ini mengatakan hal itu terkait dengan seleksi bakal calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bakal calon anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI yang akan melaksanakan tugas pada pemilu dan pilkada borongan pada tahun 2024 mendatang.

Sejauh ini, Pemilu dan Pilkada 2024 akan dilaksanakan tanpa perubahan UU Pemilu. Pemilu lima kotak akan terselenggara kembali seperti halnya Pemilu 2019. Selain itu, juga pilkada akan berjalan tanpa perubahan UU Pilkada.

Di lain pihak, kata Evick, kompleksitas teknis Pemilu 2019 dan problematika yang dihadapi berpotensial terulang pada Pemilu 2024. Bahkan, tumpukan beban kerja penyelenggaraan pemilu dan pemilihan bisa memengaruhi profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu. Artinya, juga bisa berdampak pada kinerja dan kondisi kesehatan demokrasi Indonesia.

Inovasi dan terobosan-terobosan kepemiluan sepenuhnya mengandalkan inovasi KPU dan pengaturan dalam peraturan KPU/Bawaslu untuk penguatan kapasitas personel, penggunaan teknologi, penyesuaian teknis, dan lain-lain. Padahal, kata dia, peraturan KPU/Bawaslu banyak keterbatasan daya jangkau.

Oleh karena itu, Evick menekankan agar mereka betul-betul bisa berlaku otonom dalam mengambil keputusan sebagai penyelenggara tanpa meninggalkan konsultasi dan pelibatan partisipasi para pemangku kepentingan pemilu.

“Penyelenggara pemilu harus punya kompetensi yang memadai dalam menyusun kebijakan sekaligus melakukan berbagai fungsi sebagai penyelenggara pemilu,” katanya.

Secara terukur dan proporsional, kata Evick, mereka mampu berinovasi dan melahirkan terobosan yang relevan guna merespons dan mengurai kompleksitas, kerumitan, dan dinamika penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024 di tengah masifnya penggunaan teknologi dan tantangan penyebaran hoaks politik/pemilu.

Ia memandang penting bangsa ini memiliki penyelenggara pemilu dengan paradigma inklusif di tengah situasi post truth era dan polarisasi politik yang membelah. Hal ini agar orientasi pelayanan penyelenggara pemilu maksimal dan adil bagi semua pemangku kepentingan.

Penekanan lain terhadap penyelenggara pemilu, mereka harus mampu membangun jejaring global untuk melaksanakan praktik terbaik dalam penyelenggaraan pemilu, kemudian berdasarkan keluasan pengetahuan kepemiluan sekaligus memerankan diplomasi demokrasi internasional untuk mengukuhkan kualitas demokrasi Indonesia di mata dunia.

“Saya juga menekankan agar mereka mampu membangun relasi sinergis di antara KPU, Bawaslu, dan DKPP tanpa menggadaikan kemandirian masing-masing lembaga. Fungsionalisasi forum tripartit dan komunikasi kelembagaan yang sehat, dialektika langsung, bukan dengan perantara media,” katanya.

Hal yang tidak kalah pentingnya, menurut Evick, mereka harus mampu mengerjakan aspek teknis secara cermat, teliti, dan detail. Namun, tetap dalam kerangka berpikir atau paradigma yang terhubung dan menyeluruh. Dengan demikian, tidak terjebak pada egosektoral divisi atau pembagian kerja secara parsial, pungkasnya.


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top